JADI BURUH SARANG WALET,
ERIN DICACI BAHKAN DITELANJANGI
https://regional.kompas.com/read/2014/03/13/1007270/Jadi.Buruh.Sarang.Walet.Erin.Dicaci.Bahkan.Ditelanjangi,
Kamis. 13 Maret 2014
KUPANG, KOMPAS.com -
Erin Ndun, pekerja asal Lasiana, Kota Kupang, tak berkuasa memegang kendali
kompilasi terkompensasi dengan teman-teman saat bekerja di Medan, Sumatera
Utara.
"Saya
dicaci dan dimaki. Badan saya penuh dengan ludah yang disediakan saat saya
kesal dengan saya. Saya sering ditelanjangi dan disekap tanpa dikasih
makan," ungkap Erin yang bersama 15 rekannya yang menjadi korban karena
dipaksa bekerja.
Erin
mengungkapkan hal itu kompilasi bersama rekan-rekannya dan beberapa pendamping
mendatangi Kantor Jaringan Indonesia Perempuan (Jepit) Kupang, Rabu (12/3/2014)
kemarin.
Erin
bekerja di Medan sebagai pemburu sarang burung walet. Ia memuji terus dipukuli
saat salah menjalankan sesuatu yang diinginkan mempekerjakan.
"Aku
harus lari dari semua ini. Sebelum aku jadi mayat seperti teman yang lain, aku
diancam kompilasi bersuara. Kami hanya berada di tempat yang tidak boleh untuk
keluar," ujar Erin.
Ia
mengakui sudah tidak kuat dan tahan lagi dengan persetujuan majikannya. Ia pun
melompat dari gedung tempat ia berhasil dan berhasil melepaskan diri. Dia tiba
di Kupang dengan modal uang Rp50 ribu.
"Tolong
selamatkan mereka yang lain. Masih ada 16 TKI yang pantas bagiku. Kalau tidak
cepat mereka akan susah," ujar Erin. Paul Sinlaeloe dari PIAR NTT
berharap, semua hak para pekerja ini diperjuangkan bersama.
"Jangan
abaikan hak-hak hukum dari korban. Mereka itu bukan manusia dan semua warga
negara Indonesia memiliki hak yang sama di muka hukum tanpa perbedaan atas
status apa pun," kata Paul.
Paul
menjelaskan, kedatangan Aliansi Melawan Perdagangan Orangtua keluarga korban ke
Jepit ini dengan tujuan ingin meminta informasi tentang para pekerja yang
dipekerjakan di Medan.
"Menyenangkan
melalui pertemuan ini, kita bisa berkoordinasi bersama melakukan
pertanggungjawaban atas tuntutannya selama ini, pemerintah tidak serius.
Seperti tidak mampu menyelesaikan tantangan yang sedang menimpa saudara kita di
Medan ini," ujar Paul lagi.
Menurutnya,
perlindungan terhadap buruh di tempat kerja itu harus dilakukan bukan oleh
penduduk asli tempat itu. Sebagai pekerja, kata Paul, mereka harus dilindungi.
Ia menambah, menambah dari 16 korban penyekapan dan penganiayaan buruh di Medan
yang berasal dari Malaka, Kabupaten Kupang, serta TTS dan TTU sudah tiba di
Kupang sejak tanggal 3 Maret 2014.