MENAKAR KINERJA KEUANGAN DAERAH
http://hermankajang.blogspot.com/2010/12/menakar-kinerja-keuangan-daerah.html,
Senin, 13 Desember 2010
Rencana KOPEL untuk memperkuat advokasi
masyarakat sipil terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah di Kota Pare-Pare,
Kota Kupang, dan Kabupaten Bantul, dilakukan dengan menurunkan tim untuk melakukan
assesment awal terhadap daerah-daerah yang akan dijadikan pilot proyek. Setelah
diskusi beberapa waktu yang lalu di Kota Pare-Pare, selama 3 hari tim KOPEL
melakukan hal yang sama di Kota Kupang Nusa Tenggara Timur.
.
Dalam pertemuan dengan beberapa
stakeholder yang tidak kurang dari 20 orang dan lembaga di Kota Kupang,
beberapa hal yang menarik jadi pembelajaran bagi pegiat anggaran, antara lain:
CSO Kota Kupang cukup aktif melakukan advokasi anggaran, namun keaktifan ini
belum mampu untuk merubah sebuah kebijakan anggaran di level pengambil
kebijakan. Umumnya sama dengan daerah-daerah lain, problem utamanya adalah
bargening posisi untuk mendesakkan kepentingan masyarakat yang dipandang oleh
CSO untuk diakomodir oleh pemerintah belum begitu kuat. Pilihan yang tepat
untuk masalah ini bagi kawan-kawan CSO adalah memperkuat basis lebih dahulu.
Banyak di antara mereka bergelut dengan masyarakat bawah untuk memberikan
penyadaran, bagaimana masyarakat melek anggaran.
Dari siklus anggaran, mulai dari perencanaan, pembahasan di DPRD, pelaksanaan dan pertanggungjawaban, kebanyakan dari mereka masih lebih dominan advokasinya di wilayah perencanan, misalnya mengintervensi pelaksanaan Musrenbang dan melakukan evaluasi hasil Musrenbang. Lebih jauh dari itu, mereka sudah melakukan joint dengan pemerintah daerah untuk menfasilitasi pelaksanaan training fasilitator desa yang sebelumnya telah direkrut oleh pemerintah. Harapannya, ke depan kualitas perencanaan daerah lebih berkualitas dan subtantif, tidak lagi sekedar seremoni belaka.
Dari siklus anggaran, mulai dari perencanaan, pembahasan di DPRD, pelaksanaan dan pertanggungjawaban, kebanyakan dari mereka masih lebih dominan advokasinya di wilayah perencanan, misalnya mengintervensi pelaksanaan Musrenbang dan melakukan evaluasi hasil Musrenbang. Lebih jauh dari itu, mereka sudah melakukan joint dengan pemerintah daerah untuk menfasilitasi pelaksanaan training fasilitator desa yang sebelumnya telah direkrut oleh pemerintah. Harapannya, ke depan kualitas perencanaan daerah lebih berkualitas dan subtantif, tidak lagi sekedar seremoni belaka.
Hal lain yang menarik muncul dari Wakil
Walikota Kupang Daniel Adoe saat KOPEL bertandang ke kantornya adalah bahwa
kinerja keuangan daerah salah satu indikator yang harus dijadikan acuan adalah
RPJMD. Menurut beliau, tidak sama dengan daerah lain, RPJMD Kota Kupang cukup
berani untuk menampilkan indikator kuantitatif agar dapat diukur hingga akhir
masa jabatan, apakah visi misi Walikota terpilih tercapai atau tidak. Demikian
juga dengan hasil audit BPK tahun kemarin, Kota Kupang mendapatkan predikat
Wajar Dengan Pengcualian hanya karena Tunjangan intensif pimpinan dan anggota
DPRD berdasarkan PP 21 tahun 2007 belum dikembalikan oleh anggota DPRD ke kas
daerah.
Hal yang demikian ini akan menjadi bahan
diskusi dan sharing informasi dengan daerah lain terkait dengan program KOPEL
ke depan. Hal senada juga dikemukakan oleh Bapak Victor Lerik Ketua DPRD Kota
Kupang saat tim KOPEL berkunjung ke DPRD yang saat itu tengah dibahas KUA/PPAS
untuk APBD tahun 2011 mendatang.
Untuk meniali kinerja keuangan pemerintah
daerah, tidak hanya fokus pada LKPJ dan hasil audit BPK. Dokumen-dokumen
perencanan juga penting untuk dianalisis karena harus ada ketersambungan
informasi dari dokumen-dokumen tersebut. Menurut Paul Sinlaeloe dari PIAR NTT
berdasarkan hasil analisisnya mengemukakan bahwa hasil audit BPK RI TA 2008 -
2010 untuk seluruh NTT selama tahun anggaran 2008 - 2010, termasuk
kabupaten/kota untuk seksi IA sebanyak 610 temuan dengan saran 1.068 senilai Rp
3.679.849.841.056,17. Sebanyak 537 saran senilai Rp 538.365.582.815,80 telah
ditindaklanjuti. Sementara 164 saran senilai Rp 2.537.594.187.926,39,- masih
dalam proses dan 377 saran dengan nilai Rp 558.890.070.313,98 belum
ditindaklanjuti. Sebanyak 278 temuan dengan 429 saran senilai Rp 3.101.703.018.245,45
di Provinsi NTT, tercatat 184 kasus senilai Rp 400.925.452.350,34 yang telah
ditindaklanjuti. Sedangkan 200 kasus lainnya senilai Rp 305.914.206.477.53
masih dalam penyelesaian. Total kerugian Daerah hasi audit BPK sebesar Rp
8.247.980.000.