TTS PERINGKAT 1 HUMAN
TRAFFICKING
https://www.teras-ntt.com/tts-peringkat-1-human-trafficking/, Rabu, 30 September 2015
KUPANG,
Terasntt.com– Dari 312 kasus human trafficking yang ditangani Rumah
Perempuan Kupang sejak tahun 2012 hingga Juli 2015, terbanyak berasal dari
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) disusul Kabupaten Kupang.
Hal itu diungkapkan Direktris Rumah Perempuan Kupang, Libby
SinlaEloE kepada Terasntt.com di kantornya, Rabu (30/9/2015).
Ia merincikan, dari 15 Kabupaten dan kota di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengalami kasus human trafficking tertinggi berasal dari wilayah Kabupaten TTS sebanyak TTS 91 kasus dan Kabupaten Kupang 56 kasus.
Ia merincikan, dari 15 Kabupaten dan kota di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengalami kasus human trafficking tertinggi berasal dari wilayah Kabupaten TTS sebanyak TTS 91 kasus dan Kabupaten Kupang 56 kasus.
Kasus human trafficking lainnya yang ditangani RPK yakni asal
Ende sebanyak satu kasus, Kota Kupang berjumlah 11 kasus, 9 kasus asal
Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Malaka berjumlah 27 kasus, Kabupaten Belu
sebanyak 31 kasus, satu kasus asal Kabupaten Sikka, kabupaten Alor berjumlah
dua kasus, dan Kabupaten Lembata sebanyak dua kasus.
Sedangkan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) sebanyak 10
kasus, tujuh kasus asal Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba Tengah sebanyak
20 kasus, Kabupaten Sumba Barat Daya 17 kasus dan Kabupaten Sumba Barat
sebanyak 27 kasus.
“Dalam pembrantasan kasus ini, yang harus dilakukan adalah
dengan cara pencegahan dan penindakan. Untuk pencegahan diperlukan adanya suatu
kebijakan dari Kepala daerah di masing-masing wilayah serta peran dari semua
stakeholder dan seluruh proses di akar rumput namun perlu ada penindakan yang
tegas terhadap pelaku,” katanya.
Menurutnya, jumlah yang ditangani pihaknya hanya sebagian
kecil dari keseluruhan kasus human trafficking yang terjadi di NTT. Untuk menekan pertumbuhan kasus itu kata Libby, Pemkot
Kupang melalui instansi terkait supaya dilakukan pengawasan serius terhadap
perusahan pengerah tenaga kerja. Sebab menurutnya, hingga saat ini ada sejumlah
PJTKI nakal yang kerap memanipulasi administrasi para Calon Tenaga Kerja
Indonesia (CTKI).
“Ada PJTKI yang resmi tetapi saat rekruitmen CTKI
memanipulasi admintrasi seperti, penipuan usia pekerja, nama, dan tempat
tinggal. Kita pahami bersama bahawa selama ini Kota Kupang dijadikan sebagai
daerah dan para PJTKI melakukan berbagai upaya untuk memproses data
administrasi CTKI. Pemkot harus perketat pengawasan,” tandasnya.
Ditemui secara terpisah, aktivis PIAR NTT, Paul SinlaEloE mengatakan, dalam melaksanakan pengawasan PJTKI, pemerintah tidak sekedar
mengawasi tetapi ada fungsi lain yang melekat di dalamnya. Sebab menurutnya,
berdasarkan UU nomor 21 tahun 2007 mengamanatkan, pemerintah daerah wajib
melakukan pencegahan dan penindakan terhadap perdagangan orang.
“Tetapi faktanya, Pemerintahan di NTT, lebih enjoy mengurus
politik untuk kepentingan pribadi dari pada mempedulikan persoalan kemanuasian
dalam kasus perdagangan orang,” ujarnya.
Menurutnya,
bukti konkrit dalam kasus perdagangan orang, pencitraan lebih tertarik
menjemput jenasah dan memamerkan krans bunga tanda duka cita ,dari pada
memperbaikai sistim ketenagaan kerja di NTT.(rif)