HAKIM PN KUPANG HARUS TANGGUNG JAWAB
Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Kupang, Nusa Tenggara Timur
dinilai terlalu berani mengeluarkan pengalihan penahanan Diana Aman dari
tahanan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Kupang menjadi menjadi tahanan
kota.
Padahal, terdakwa dalam kasus dugaan tindak
pidana human trafficking (perdagangan orang) dengan korban almarhum (alm)
Yufrinda Selan tersebut tidak memiliki tempat tinggal dan identitas yang
pasti, apakah ber-KTP Kota Kupang ataukah Medan, Sumatera Utara.
“Terdakwa kabur setelah Majelis Hakim
mengeluarkan pengalihan penahanan menjadi tahanan kota. Padahal, tempat tinggal
terdakwa saja tidak jelas. Majelis Hakim harus tanggung jawab,” tegas Semuel
Haning salah seorang pengacara Kota Kupang kepada wartawan, Senin (24/4).
Semuel Haning menambahkan kasus human
trafficking adalah kasus yang mendapat atensi besar dari Presiden Joko Widodo,
Kapolri, Kejagung, dan Ketua Mahkamah Agung (MA) namun hakim di PN Kupang
berani berbuat seperti itu.
“Hakim terlalu berani memberikan status
tahanan kota lewat pengalihan penahanan. Ini kasus atensi Presiden tapi hakim
di PN Kupang buat lain. Jadi hakim harus tanggung jawab,” pintanya.
Proses
Nuril Huda
Staf Divisi Anti Korupsi PIAR NTT Paul Sinlaeloe menilai yang paling
bertanggung jawab dalam kaburnya Diana Aman adalah Nuril Huda, Ketua Majelis
Hakim yang menyidangkan perkara itu.
“Nuril Huda selaku ketua majelisnya harus
bertanggungjawab dan menurut saya kalau bisa dipecat dari hakim. Karena
gara-gara pengalihan itu terdakwa kabur,” tegasnya.
Untuk itu, Paul meminta agar Ketua Mahkamah
Agung (MA) segera mengambil sikap tegas dengan memeriksa Nuril Huda.
“Saya minta Ketua MA proses hukum hakim Nuril
Huda sesuai dengan aturan yang berlaku karena diduga turut membantu terdakwa
melarikan diri,” ungkap Paul.
Sebelumnya, Humas PN Kelas IA Kupang Jemmy
Tanjung kepada wartawan, menjelaskan, sesuai surat pemeriksaan lama, dokter
menyatakan bahwa terdakwa mengalami depresi. Hal itu yang menjadi dasar untuk
pengalihan penahanan dari tahanan Rutan ke tahanan kota.
Namun, ketika diminta untuk menunjukan hasil
pemeriksaan dokter, Jimmy Tanjung buru-buru meninggal wartawan.
“Maaf, saya sedang sidang di Pengadilan
Tipikor. Jadi saya terbutu-buru karena orang sudah tunggu saya,” kata Jemmy
Tanjung sambil pergi menuju mobilnya.
Kajati NTT Sunarta menegaskan bahwa soal
pengalihan penahanan itu merupakan kewenangan majelis hakim yang menyidangkan
perkara itu.
Sunarta juga mempertanyakan sikap majelis
hakim yang secara tiba-tiba kembali mengeluarkan penetapan agar terdakwa
kembali ditahan di Rutan Kelas II B Kupang.
“Saya kaget dengan penetapan baru
hakim agar terdakwa kembali ditahan di Rutan Kelas II B Kupang,” ujar Sunarta.
Ia menambahkan sebagai pelaksana penetapan hakim,
JPU Kejari Kota Kupang akan berupaya menghadirkan kembali terdakwa di PN Kelas
IA Kupang meskipu saat ini terdakwa menghilang dari Kota Kupang dan belum
diketahui keberadaannya.