Minggu, 22 Maret 2020

Rumah Perempuan Gelar Pelatihan Advokasi KBBB

RUMAH PEREMPUAN
GELAR PELATIHAN ADVOKASI KBBB


Paul SinlaEloE, Aktivis PIAR NTT
KUPANG, Terasntt.com - Lembaga Rumah Perempuan Kupang menggelar pelatihan advokasi dan pendkumentasian Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) untuk kelompok perempuan dan pemuda terkait agama di Hotel Olive, Kamis (4/5/2017).

Koordinator devisi, Imelda Dally mengatakan, kegiatan tersebut merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan sebelumnya yang merupakan diskusi tema dengan topik HAM dan Kebebasan Beragama dan Keyakinan.

“Dengan melakukan kegiatan diskusi itu, maka sekarang Lembaga Rumah Perempuan kembali menindaklanjuti melalui kegiatan pelatihan advokasi dan pemdokumentasain Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan yang diselenggarakan selama dua hari,” katannya.

Ia menambahkan, kegiatan tersebut dalam diskusi yang dilakukan diskusi yang terjadi dalam Kebebasan beragama dan keyakinan itu sendiri.

Sementara Fasilitator dari PIAR NTT, Paul Sinlaeloe mengatakan, pelatihan advokasi yang mendukung para peserta untuk cerdas dan cerdas dalam arti mampu mengatasi wacana dan memiliki sumber-sumber informasi yang jelas.

Ia Berharap, selesaikan ini, Kelompok perempuan dan pemuda yang kritis terhadap berbagai masalah soal agama.dan keyakinan.

"Meminta mampu dan kauti dalam menghacurkan isu-isu yang dapat memecahbela kehidupan beragama," katanya. (Raf)

Sabtu, 14 Maret 2020

TTS Peringkat 1 Human Trafficking

TTS PERINGKAT 1 HUMAN TRAFFICKING


KUPANG, Terasntt.com– Dari 312 kasus human trafficking yang ditangani Rumah Perempuan Kupang sejak tahun 2012 hingga Juli 2015, terbanyak berasal dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) disusul Kabupaten Kupang.

Hal itu diungkapkan Direktris Rumah Perempuan Kupang, Libby SinlaEloE kepada Terasntt.com di kantornya, Rabu (30/9/2015).
Ia merincikan, dari 15 Kabupaten dan kota di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mengalami kasus human trafficking tertinggi berasal dari wilayah Kabupaten TTS sebanyak TTS 91 kasus dan Kabupaten Kupang 56 kasus.

Kasus human trafficking lainnya yang ditangani RPK yakni asal Ende sebanyak satu kasus, Kota Kupang berjumlah 11 kasus, 9 kasus asal Kabupaten Rote Ndao, Kabupaten Malaka berjumlah 27 kasus, Kabupaten Belu sebanyak 31 kasus, satu kasus asal Kabupaten Sikka, kabupaten Alor berjumlah dua kasus, dan Kabupaten Lembata sebanyak dua kasus.

Sedangkan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) sebanyak 10 kasus, tujuh kasus asal Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Sumba Tengah sebanyak 20 kasus, Kabupaten Sumba Barat Daya 17 kasus dan Kabupaten Sumba Barat sebanyak 27 kasus.

“Dalam pembrantasan kasus ini, yang harus dilakukan adalah dengan cara pencegahan dan penindakan. Untuk pencegahan diperlukan adanya suatu kebijakan dari Kepala daerah di masing-masing wilayah serta peran dari semua stakeholder dan seluruh proses di akar rumput namun perlu ada penindakan yang tegas terhadap pelaku,” katanya.

Menurutnya, jumlah yang ditangani pihaknya hanya sebagian kecil dari keseluruhan kasus human trafficking yang terjadi di NTT. Untuk menekan pertumbuhan kasus itu kata Libby, Pemkot Kupang melalui instansi terkait supaya dilakukan pengawasan serius terhadap perusahan pengerah tenaga kerja. Sebab menurutnya, hingga saat ini ada sejumlah PJTKI nakal yang kerap memanipulasi administrasi para Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI).

“Ada PJTKI yang resmi tetapi saat rekruitmen CTKI memanipulasi admintrasi seperti, penipuan usia pekerja, nama, dan tempat tinggal. Kita pahami bersama bahawa selama ini Kota Kupang dijadikan sebagai daerah dan para PJTKI melakukan berbagai upaya untuk memproses data administrasi CTKI. Pemkot harus perketat pengawasan,” tandasnya.

Ditemui secara terpisah, aktivis PIAR NTT, Paul SinlaEloE mengatakan, dalam melaksanakan pengawasan PJTKI, pemerintah tidak sekedar mengawasi tetapi ada fungsi lain yang melekat di dalamnya. Sebab menurutnya, berdasarkan UU nomor 21 tahun 2007 mengamanatkan, pemerintah daerah wajib melakukan pencegahan dan penindakan terhadap perdagangan orang.

“Tetapi faktanya, Pemerintahan di NTT, lebih enjoy mengurus politik untuk kepentingan pribadi dari pada mempedulikan persoalan kemanuasian dalam kasus perdagangan orang,” ujarnya.

Menurutnya, bukti konkrit dalam kasus perdagangan orang, pencitraan lebih tertarik menjemput jenasah dan memamerkan krans bunga tanda duka cita ,dari pada memperbaikai sistim ketenagaan kerja di NTT.(rif)

Golkar NTT Bentuk Lagi Dua Satgas Baru

GOLKAR NTT BENTUK LAGI DUA SATGAS BARU

Kupang – Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Nusa Tenggara Timur (NTT) membentuk lagi dua satuan tugas (satgas) baru yang dipimpin kelompok di luar partai.

Dua satgas itu adalah Satgas Anti Perdagangan Manusia dan Satgas Pembela Pancasila. Sebelumnya Golkar telah membentuk satgas anti korupsi dan satgas antinarkoba


Ketua DPD Partai Golkar Melki Laka Lena mengatakan pembentukan satgas merupakan komitmen partai golkar untuk membangun sinergi bersama pihak lain untuk mengatasi masalah tersebut.

“Satgas dipimpin oleh orang-orang yang selama ini aktif di isu-isu itu,” kata Laka Lena saat jumpa pers di Kantor DPD Partai Golkar NTT, Selasa (12/6) malam.

Seperti satgas anti perdagangan manusia, golkar ingin melakukan pengawalan terhadap gugus tugas yang selama ini bekerja melawan perdagagan manusia dan pemulangan jenasah tenaga kerja Indonesia (TKI) asal NTT yang melahirkan di luar negeri.

Satgas Anti Perdagangan Manusia dipimpin Martinus Gabriel Goa. "Untuk satgas anti korupsi kami mengharapkan dipimpin Paul SinlaEloE, tapi Golkar belum melakukan komunikasi," katanya.

Untuk satgas Anti Korupsi, Golkar akan membuat tiga divisi yaitu administrasi, Pemberantasan (Pencegahan dan Penindakan), dan investigasi. Namun menurut Laka Lena, golkar berfokus pada pencegahan.

Partai Golkar telah meminta bantuan Komisi Pemberantasan Korupsi guna membuat formulasi yang disetujui yang diajukan kepada seluruh calon anggota legislatif mengenai cara mencegah praktik korupsi.

Dia mengingatkan agar anggota partai tidak terlibat kasus korupsi dan suap. Jika terlibat, maka pencalonan akan dibatalkan. Golkar juga tidak akan memberikan pendampingan hukum. Hal ini sudah berjalan di Partai Golkar. Buktinya, aturan ini sudah dikenakan juga untuk mantan ketua Partai Golkar Setya Novanto. 

"Kalau terlibat korupsi dan suap, itu ranah pribadi," kata Dia.

Untuk satgas antinarkoba, akan menyasar anak-anak muda usia sekolah dan mahasiswa, sedangkan satgas pembela pancasila akan fokus kepada perempuan dan pemuda.

Juru Bicara Satgas Anti Perdagangan Manusia, Megasari Akhlis menyebutkan satgas telah terlibat antara lain terlibat saat menjemput dan memulangkan jenasah TKI ke kampung halamannya.

Satgas ini berkantor di DPD Golkar NTT dan akan membangun call center yang dioperasikan selama 1 × 24 jam.

"Jika ada pengaduan, langsung direspon," kata Megasari.

Satgas ini juga mengagungkan pembangunan balai latihan kerja (BLK) berstandar internasional di Kota Kupang dengan bantuan anggota DPR asal NTT, Julianus Pote Leba. "Kami harap orang NTT yang bekerja di luar negeri terlindungi hak-haknya," katanya. (gma)

Masyarakat Flotim “Gugat” Perjalanan Bupati Cs ke Portugal

MASYARAKAT FLOTIM “GUGAT”
PERJALANAN BUPATI CS KE PORTUGAL


ZONA LINE NEWS, LARANTUKA,- Kunjungan Bupati Flores Timur, Yoseh Lagadoni Herin, Ketua DPRD Yoseph Sani Betan, Uskup Larantuka Mgr. Fransiskus Kopong Kung, Pr dan Kepala Dinas Pariwisata melakukan kunjungan Dinas ke Portugal pada tanggal 17 Februari 2015 lalu, dinilai banyak kalangan masyarakat sebagai bentuk menghabiskan uang rakyat. Hal ini disampaikan salah satu masyarakat Flores Timur, Noben Dasilva kepada Zona Line News, Sabtu 21 Februari 2015.

Noben menuturkan, perjalanan yang dilakukan Bupati bersama rombongannya keluar negeri hanya menghabiskan uang rakyat. Sebaiknya uang tersebut digunakan untuk kepentingan masyarakat Flotim yang sedang merintih dan memohon bantuan. Tidak ada manfaat dari kunjungan tersebut.

”Dana yang digunakan Legislatif, Eksekutif dan Rohaniwan ke Portugal sebaiknya digunakan untuk kepentingan yang lebih besar bagi masayarakat Flotim. Seandainya dana tersebut digunakan untuk perbaikan infrastruktur di Flotim, maka tingkat manfatnya lebih besar, dari pada untuk sesuatu hal yang tidak bermaanfat seperti itu,” tegas Noben.

Noben melanjutkan, Pemerintah Flotim semestinya jeli melihat penderitaan masyarakat sekarang ini. Dimana angka tingkat kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap perempuan semakin tinggi dibanding tahun- tahun sebelumnya, sehingga dana yang dikeluarkan untuk bertamasya ke Portugal sebaiknya digunakan untuk mensosialisasikan Undang – Undang Kekerasan Terhadap Anak dan Kekerasan Rumah Tangga (KDRT). Hal ini sangat penting dalam upaya menekan kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah ini.

“jika benar kunjungan tersebut berkaitan dengan Pariwisata maka, itu sangat disayangkan. Saya katakan demikian, karena obyek wisata yang ada sekarang tidak diperhatikan serius oleh Pemerintah. Untuk apa pergi ke Portugal kalau aset Pariwisata tidak dibenahi secara baik?” tanya Noben dengan kesal.

Hal senada juga disampaikan Orang Muda Flotim , Fransiskus Keban kepada Zona Line News, yang menyatakan, bahwa perjalanan Bupati, Ketua DPRD, Uskup dan Kepala Dinas Pariwisata ke Portugal, sah-sah saja jika Kepala Daerah bepergian keluar daerah, untuk urusan yang sangat mendesak. Namun jika hanya mau menjalin kerjasama dengan pihak Portugal terkait Sister City, ini menjadi soal.

“Kita tidak serta merta bangun kerja sama jika, pihak kita belum siap secara mental apalagi soal infrastruktur. Apalagi kita berupaya menyandingkan kota kita dengan Qurem yang unggul dalam segala hal. Ini merupakan tindakan konyol dan tidak bermanfaat. Ibarat berperang tanpa mempersiapkan perlengkapan perang”, tutur Frans.

Lanjut Frans, bayangkan aset Pariwisata kita yang pernah menjadi kebanggaan dan model Kota, seperti Pemandian Air Panas saja tidak diurus dengan baik, bagaimana mungkin dapat dikatakan kota kembar? Ini suatu lelucon yang sedang diciptakan Pemerintah, dan bisa saja ada kepentingan dibalik semua ini.

“Persoalan yang tidak pernah ada solusi yang dialami masyarakat Flotim selama ini yakni air, listrik, tarif kendaraan, dan lain sebagainya yang dianggap Pemerintah biasa-biasa saja padahal ini memiliki nilai urgensitas yang tinggi karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Saya ambil contoh soal tarif kendaraan, hingga sekarang saja belum ada SK resmi dari Bupati mengenai tarif kendaraan sehingga tarif kendaraan sejauh ini masih berlaku normal, padahal kita tahu harga BBM telah diturunkan. Oleh karenanya, saya yang juga merupakan salah satu masyarakat meminta klarifikasi pemerintah terkait tujuan perjalanan ke portugal dan biaya perjalanan. Hal ini untuk menjaga tidak ada opini liar yang berkembang di masyarakat. Saya mengharapkan agar Legislatif dan Eksekutif terbuka, dan tidak ada dusta diantara dua lembaga ini dan masyarakat Flotim pada umumnya,”tegas Frans.

Menyikapi hal tersebut anggota DPRD Flotim Mikhael Mike Hayon angkat bicara ketika dihubungi pertelpon menuturkan, perjalanan Bupati ke Portugal didaerah Qurem patut dipertanyakan, karena Pemerintah tidak menjelaskan secara detail MOU yang telah ditandatangai bersama. Bisa jadi perjalanan Pemerintah ke Portugal hanya menghabiskan anggaran diakhir masa jabatan.

“Saya lihat perjalanan pejabat ke Qurem- Portugal merupakan pelisiran diahkir jabatan. Ibaratnya pertandingan bola kaki Liga champions dimana pemain bertandang ke kandang lawan, maupun sebaliknya. Tidak ada output yang dihasilkan, selama kontrak kerja disepakati bersama.Malah menelan anggaran yang sangat besar dan terkesan mahal, sehingga DPRD akan memanggil Bupati setelah kembali dari Potugal untuk mempertanggungjawabkan perjalannya bersama rombongannya, ” ungkapnya.

Sementara itu Wakil Bupati Valentinus Tukan yang dimintai tanggapan mengenai perjalanan Bupati, cs enggan memberikan komentar, dan meminta kepada awak media menunggu sampai kembalinya Bupati ke Larantuka. Hal senada pun disampikan Wakil Ketua DPRD Flores Timur Matias Werong Enai ketika hendak diwawancarai media ini.

Melihat persoalan ini, Koordinator Divisi Anti Korupsi PIAR NTT, Paul SinlaEloE, Sabtu 21 Februari 2015 ketika dikonfermasi via telpon menegaskan, suatu MOU yang pemrintah idealnya diketahui pihak legislatif, jika MOU itu tidak diketahui seluruh wakil rakyat di Flotim, maka patut dipertanyakan kepentingan dibalik penendatanagan MOU tersebut.

“Pihak DPRD Flotim Harus melakukan dengar pendapat, dengan pihak Eksekutif dalam hal ini memanggail Bupati Flotim, untuk menjelaskan keberangkatannya ke portugal dan menjelaskan isi MOU kepada Rakyat melalui wakilnya yang ada di parlemen”, ujar Paul.(*polce/A1)

Jumat, 13 Maret 2020

Kenapa NTT Terus Saja "Panen" Jenazah TKI dari Malaysia?

KENAPA NTT TERUS SAJA "PANEN" JENAZAH TKI DARI MALAYSIA?

KUPANG, KOMPAS.com - Jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Nusa Tenggara Timur ( NTT), yang meninggal di Malaysia, mengalami peningkatan dalam rentang waktu beberapa tahun terakhir ini.

Berdasarkan data dari Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI), Kupang, jumlah TKI yang meninggal pada tahun 2013 sebanyak 31 orang, tahun 2014 menurun menjadi 21 orang, tahun 2015 sebanyak 28 orang, tahun 2016 naik menjadi 49 orang dan tahun 2017 meningkat pesat menjadi 62 orang.

TKI yang paling banyak meninggal di Malaysia, sebagian besar berasal dari Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan tidak memiliki dokumen atau TKI ilegal yang menjadi korban perdagangan orang.


Paul SinlaEloE, Aktivis PIAR NTT
Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Hermono mengatakan, dalam rentang waktu tiga bulan, Januari-Maret 2018, 18 TKI asal NTT, meninggal di Malaysia.

Menurut Hermono, dari data statistik yang dimiliki pihaknya, jumlah TKI asal NTT yang meninggal dari tahun ke tahun terus meningkat.

"Tahun 2018, sampai dengan saat ini sudah ada 18 orang TKI asal NTT yang meninggal. Semuanya undocumented atau ilegal," ungkap Hermono kepada sejumlah wartawan di Kupang, belum lama ini.

Hermono menjelaskan, tahun 2016, sebanyak 46 orang meninggal, hanya empat orang yang legal. Sedangkan tahun 2017, ada 62 TKI asal NTT yang meninggal dan hanya satu orang yang legal.

"Menurut data yang ada pada kami, ada sekitar 2,7 juta sampai dengan 3 juta TKI yang bekerja di Malaysia. Lebih dari 50 persen TKI ini tidak memiliki dokumen resmi atau undocumented. 92 persen permasalahan TKI di Malaysia berhubungan dengan TKI ilegal ini," jelasnya.

Dengan data ini, lanjut Hermono, memperlihatkan ada sesuatu yang mesti dibenahi bersama-sama.

"Karena itu, ke depannya harus ada komitmen bersama untuk mengatasi masalah ini," ujarnya.

Hukuman Adat
Sementara itu Anggota DPRD NTT Jefry Unbanunaek meminta, pemerintah daerah di NTT segera menerapkan hukuman adat di wilayah itu untuk mencegah warga yang nekat bekerja ke luar negeri secara ilegal.

Hal itu menurut Jefry, karena selama ini peraturan pemerintah pusat hingga daerah soal perekrutan para TKI khususnya di Kabupaten TTS tidak optimal dan terus dilanggar.

Akibatnya kata dia, banyak warga TTS yang menjadi TKI ilegal. Bagi Jefry, hukum adat bagi orang Timor khususnya TTS, ketika diterapkan maka akan dipatuhi dan lebih ditaati oleh warga, karena bentuk sanksinya yang berat.

"Salah satu contohnya kami di Timor, biasa kalau orang tua sudah memasang Banu atau Bunuk (dedaunan yang sudah diritualkan secara adat atau sumpah adat) di pohon pinang, jeruk atau mangga, maka tidak akan ada seorang pun warga yang berani memetik buahnya, meski sudah masak, maupun yang jatuh di tanah karena warga takut kena tulah atau bila kedapatan akan dikenakan sanksi berat," kata Jefry.

Penerapan hukum adat itu lanjut Jefry, harus ada kesepakatan antara pemerintah daerah TTS dan lembaga adat di setiap desa sehingga bisa dijalankan sanksi adat bagi warga yang bekerja ke luar negeri melalui jalur ilegal.

Studi Banding
Pemerintah sebut Jefry, juga harus segera membangun balai latihan kerja bagi warga TTS yang mau bekerja ke luar negeri, sehingga mereka bisa terampil dan berkualitas serta bisa bekerja dengan mandiri. Dan hasil dari balai latihan kerja itu, para calon tenaga kerja akan memeroleh sertifikat.

"Kalau tidak kita terapkan hukum adat, nanti kita NTT, akan terus panen jenazah TKI dari Malaysia,"ucap Jefry kepada Kompas.com, Sabtu (31/3/2018).

Dihubungi secara terpisah Peneliti dari Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Elcid Li mengatakan, pemerintah harus melakukan studi banding dengan Timor Leste.

Timor Leste kata dia, adalah tetangga terdekat Indonesia, tapi warganya tidak menjadi korban perdagangan orang.

Elcid menilai, ada kesalahan dalam mengelola negara di tingkat yang paling mendasar, yakni dalam melindungi warga negara.

Menurut Elcid, Timor Leste adalah negara baru, tapi mampu membuat sistem yang benar dalam melindungi warga negaranya terhadap kasus perdagangan orang.

"Apakah di Timor Leste mengalami hal yang sama seperti kita. Karena itu kita minta Presiden Jokowi untuk studi banding ke Timor Leste, guna melihat bagaimana caranya mengurus warganya, agar tidak menjadi korban perdagangan orang,"tegas Elcid yang sudah empat tahun meneliti tentang perdagangan orang.

Elcid menyebut, Presiden Jokowi dan stafnya seperti Kapolri dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tidak mampu mendeteksi secara dini, jaringan perdagangan orang, yang menurutnya setara dengan jaringan teroris dan perdagangan narkoba.

"Kenapa tidak bisa temukan cara yang benar untuk mengatasi ini. Dengan maraknya kasus perdagangan orang, kenapa presiden tidak pernah mengeluarkan pernyataan darurat perdagangan orang,"imbuhnya.

Elcid pun berharap, ada jalan keluar dari pemerintah untuk menghilangkan perdagangan orang, khususnya di NTT.

Koordintor Pengembangan Inisiatif Advokasi Rakyat (PIAR) NTT, Paul SinlaEloE mengatakan, NTT merupakan 'surganya' bagi para pelaku tindak pidana perdagangan orang karena di wilayah itu marak terjadi kasus perdagangan orang.

Menurut Paul, sejak Januari 2017 hingga saat ini, PIAR NTT telah mengadvokasi tujuh kasus tindak pidana perdagangan orang dengan korban sebanyak 189 orang. Dengan rincian perempuan sebanyak 122 orang dan laki-laki sebanyak 67 orang.

"Dari total 189 orang yang menjadi korban, 23 diantaranya adalah berusia anak. Data korban perdagangan orang di NTT bisa lebih bombastis lagi, karena beberapa kasus ini hanya mampu ditangani oleh PIAR NTT,"ungkapnya.

Menurut Paul, merajalelanya perdagangan orang di NTT karena pemerintah provinsi hingga desa, beserta jaringan terkait seperti BNP2TKI, BP3TKI, APJATI dan gugus tugas trafficking, tidak mampu melakukan pencegahan, dengan membiarkan tetap berjalan sistem pengelolaan ketenagakerjaan mulai dari rekrutmen tenaga kerja, pra penempatan, penempatan, hingga purna penempatan.

Bentuk Tim
Secara terpisah, Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengatakan, pihaknya akan membentuk tim untuk mendata tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal yang bekerja di Malaysia.

Menurut Lebu Raya, pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT tidak mengetahui waktu keberangkatan para TKI ilegal ini.

Ia juga mengaku tidak memahami mereka kerja apa di sana. Lalu tiba-tiba disiksa dan meninggal

"Kami menerima peti mayat terus. Terus terang, saya merasa tidak nyaman melihat rakyat dan anak-anak meninggal dengan cara itu. Sangat menyakitkan," kata Lebu Raya.

Pemerintah Provinsi NTT, lanjut Lebu Raya, telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan Calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ilegal dan Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) TKI NTT.

Namun, jumlah TKI Ilegal yang ke luar negeri, khususnya ke Malaysia, tetap tinggi.

Lebih lanjut, Lebu Raya mengungkapkan keinginan untuk membentuk dan mengirim tim pendataan TKI ilegal sudah bulat. Karena itu, ia memohon kiranya BNP2TKI dan Konjen untuk memfasilitasi kegiatan ini nantinya.

"Kita ingin mendata para TKI ilegal, namanya siapa dan asalnya dari mana. Setelah kita data, kita tahu seberapa yang bisa diurus supaya legal dan berapa yang bisa dibawa pulang. Saya akan mengumpulkan para bupati dan wali kota untuk mengambil langkah-langkah dalam memulangkan atau mengurus TKI ilegal yang sudah terdata itu," kata Lebu Raya.

Gubernur dua periode itu juga mengharapkan agar sinergi antara berbagai pemangku kepentingan dapat ditingkatkan.

Frans juga mengharapkan agar Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan (BP3)TKI NTT dapat membangun koordinasi yang intensif dengan pemerintah daerah dan menyosialisasikan persoalan ini secara terus-menerus sampai pada tingkat desa.

"Kita harus bicara ramai-ramai atau bersama terhadap masalah ini. Para tokoh agama dapat juga menggunakan mimbar untuk mengingatkan hal ini. Saya sudah meminta dengan tegas agar perusahaan yang merekrut TKI ilegal ditutup dan diberi sanksi hukum yang tegas. Hukum seberat-seberatnya," ujar politisi PDI-P itu. (KONTRIBUTOR KUPANG, Sigiranus Marutho Bere)

RANHAM Perlu Menjadi Sistem Dalam Pelaksanaan Kewajiban dan Pelayanan Pemrintah Provinsi NTT

RANHAM PERLU MENJADI SISTEM
DALAM PELAKSANAAN KEWAJIBAN DAN PELAYANAN PEMRINTAH PROVINSI NTT

ELSAM-Kupang.  Pasca reformasi, upaya peningkatan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia dituangkan dalam kebijakan Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM). 

Tujuannya tidak lain menyamakan persepsi tentang pelaksanaan strategi rencana aksi di daerah. Meskipun demikian, kebijakan RANHAM yang telah dilaksanakan di berbagai era pemerintahan belum sepenuhnya menjadi representasi keberhasilan penegakan HAM di Indonesia. Sejumlah persoalan mulai dari bentuk dan desain kebijakan perlu ditelaah lebih lanjut untuk menakar implementasi RANHAM sebagai alat percepatan pemenuhan HAM yang diharapkan.

Selama periode 4 – 8 Juni 2018,  Lembaga Studi dan Advokasi masyarakat (ELSAM) melakukan kajian terkait implementasi RANHAM di Kota Kupang dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam proses pengumpulan data, sebanyak 10 narasumber diwawancarai mulai dari organisasi perangkat daerah (OPD), lembaga swadaya masyarakat lokal, hingga akademisi. 

Pengumpulan data difokuskan pada penggalian informasi mengenai RANHAM bentuk capaian hingga menguraikan hambatan-hambatan dalam implementasinya. Hal ini juga dimaksudkan untuk melihat fokus isu di Kota Kupang dan NTT kaitannya dengan yang dapat dilakukan melalui kebijakan RANHAM

KiriKe Kanan: Ariantje Komile (Perwakilan Kanwil Kumham NTT), Lintang Setianti (Peneliti ELSAM)
dan Mercy Djone (Perwakilan Kanwil Kumham NTT)
Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT, Wayan Darmawan menyebutkan selama ini implementasi RANHAM fokus pada persiapan pelaporan. Padahal yang diharapkan menjadi sebuah sistem dalam pemerintahan.

“Desain kebijakan ini tidak termasuk dalam sistem pemerintahan sehingga sulit koordinasinya. RANHAM selama ini fokus pada pelaporan saja namun belum berkaitan dengan RPJMD” jelas Wayan.

Menurutnya, diperlukan instrumen lain untuk membedah RANHAM sebagai pedoman lainnya, hal ini ditujukan untuk menjadikan hak asasi manusia sebagai sistem yang melibatkan tidak hanya pemerintah daerah melainkan masyarakat sipil.

Menurut Mercy Djone, perwakilan dari Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Provinsi NTT (Kanwil Kumham NTT) sebenarnya 5 aksi RANHAM bisa menjadi alat melihat persoalan yang terjadi di NTT.

“Dari  laporan-laporan aksi RANHAM tersebut kita bisa melakukan assessment atau penilaian sehingga mampu memberikan rekomendasi kebijakan pada pemerintah daerah dalam menyikapi persoalan yang nampak” jelas Mercy.

Meskipun demikian, menurut Martha, perwakilan dari Kepala Sub Bagian HAM, Biro Hukum Provinsi NTT menyebutkan kegiatan implementasi RANHAM fokus pada pelaporannya. Tidak sampai pada pembahasan dan rekomendasi atas persoalan yang dilaporkan.

“Selama ini Biro Hukum akan mengingatkan pemerintah kota dan kabupaten untuk segera melaporkan implementasi RANHAM melalui sistem yang dibangun oleh KSP (Kantor Staf Kepresidenan – red). Meskipun demikian, untuk tindak lanjut dari pembahasan laporan atau rujukan dari KSP.” Jelas Martha.

Paul SinlaEloE, peneliti dari Yayasan Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Raktar (PIAR NTT) menilai bahwa persoalan utama dari implementasi RANHAM adalah kewenangan administrasi. Mengingat sekretariat bersama ini terdiri dari beragam dinas dan institusi terkait.

“Perlu ada pembahasan lebih lanjut baik di tingkat pusat maupun juga daerah untuk membahas kewenangan administrasi. Misalnya terkait institusi dari pusat seperti Kanwil Kumham yang sifat koordinasinya dari pusat dengan Pemerintah Daerah yang secara kewenangan wilayah untuk membentuk program. Harus ada kejelasan kewenangan dan garis koordinasi.” jelas Paul.

Selain di Kota Kupang dan Provinsi NTT, penelitian ini juga dilaksanakan di 5 daerah lainnya yakni DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sumatera Utara, dan Jawa Tengah. Studi ini memberikan perhatian pada implementasi RANHAM daerah pada level provinsi (dan ibukota provinsi) dan keterkaitannya dengan persoalan di tingkat pusat. (Lintang Setianti)

Kenaikan Tarif Masuk Lasiana Dipertanyakan

KENAIKAN TARIF MASUK LASIANA DIPERTANYAKAN

Keputusan Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) NTT menaikkan tarif masuk Pantai Lasiana dipertanyakan. Sebab, kenaikan tarif lebih dari 100 persen itu tidak diimbangi pembenahan untuk memuaskan pengunjung tempat wisata tersebut.

Aktivis PIAR NTT Cony Tiluata mengatakan itu kepada VN, Minggu (10/12). Dia mengomentari kenaikan tarif masuk Lasiana dari sebelumnya Rp.1.000/orang (anak kecil) kini menjadi Rp.3.000/orang. Orang dewasa dari Rp 3.000/orang menjadi Rp.5.000/orang. Sepeda motor dari 1.000/unit menjadi Rp 3.000/unit. Sementara mobil dari Rp.2.000 menjadi Rp.10.000/unit.

Dia menduga, keputusan menaikkan tarif tersebut tidak didasari kajian yang matang. Dia menduga ini semata untuk mengejar target PAD.

“Ini kalau orientasinya PAD, maka mengorbankan masyarakat. Padahal kehadiran pemerintah untuk masyarakat,” katanya.


Dia mempertanyakan keberpihakan pemerintah dalam kasus ini. Sebab, kenaikan tarif berdampak pada menurunnya kunjungan, terutama masyarakat lokal.

“Lantas korelasi menaikan tarif dimana? Tidak ada pembenahan dan penataan tapi naikkan tarif. Coba sajikan data pengunjung biar publik tahu,” kritiknya.

Tinjau Kembali
Dia meminta Pemprov NTT agar meninjau kembali kenaikan tarif tersebut. Jangan mengejar target PAD lantas mengorbankan masyarakat.

“Kita akan dampingi masyarakat untuk mendapatkan keadilan dengan menghadap DPRD Provinsi NTT, karena masyarakat harus mendapatkan dampak ekonominya,” katanya.

Ditanya kapan bersama masyarakat menemui Dewan dan Pemprov, Cony mengatakan pekan ini. “Minggu ini kita ketemu Dewan untuk sampaikan aspirasi masyarakat,” ujarnya.

Anggota DPRD Kota Kupang Daniel Hurek yang dikonfirmasi soal itu, mengatakan akan berkoordinasi dengan masyarakat. “Besok kita akan kordinasi untuk kalau bisa temui Pemprov,” katanya.

Salah satu pedagang, Ina Hendrik mengatakan, selama ini ia berjualan di Pantai Wisata Lasiana karena suami sebagai nelayan tidak bisa melaut karena pemerintah sudah melarang nelayan menambatkan perahunya di areal Pantai Lasiana. Beralih menjadi petani pun sulit karena Irigasi Tarus ditutup.

“Kita tidak bisa bertani, maka untuk memenuhi kebutuhan saya berjualan,” ujarnya.

Dia mengeluhkan kenaikan tarif masuk Lasiana. “Ini memberatkan kami. Kalau sepi pengunjung, jualan kami pun tak laku,” ucapnya.

Sedikitnya ada 36 pedagang yang merasakan dampak kenaikan tarif sejak Juli lalu itu. Pengunjung sepi dan dagangan pun sepi pembeli.

Pada Selasa (5/12) lalu, anggota DPRD Kota Kupang Daniel Hurek dan Aktivis PIAR NTT Cony Tiluata serta Paul SinlaEloE mendengarkan keluhan sejumlah pedagang di Lasiana.

“Jualan kami tidak laku karena pengunjung sepi setelah tarif masuk naik,” kata Lenci Lusi diamini pedagang lainnya.

Sebelum kenaikan tarif, kata dia, pengunjung masih lumayan banyak dan itu berdampak pada lakunya jualan para pedagang.

“Dulu belum ada kenaikan tarif masuk banyak pengunjung, meskipun tidak ada penataan jelas dari pemerintah. Namun setelah dinaikkan pengunjung sepi,” ucapnya.

Pada 16 Juni, lanjutnya, ada pejabat dari Dinas Parekraf NTT datang dan menggelar rapat bersama dimana disampaikan bahwa pengelolaan pantai Lasiana diambilalih oleh Pemprov sehingga tarif masuk akan dinaikkan. Termasuk retibusi yang dipungut dari pedagang pun naik dari Rp 10.000/pedagang/bulan menjadi Rp 25.000. Saat itu para pedagang tidak setuju tetapi pemerintah menaikkan sepihak.

Dalam pertemuan tersebut, ungkapnya, ada pejabat yang bahkan menanggapi bahwa jika jualan tidak laku maka berhenti berjualan. Bahkan diungkap pula bahwa ada oknum dari Dinas Parekraf yang jualan nasi kuning di Pantai Lasiana.

“Jadi kami curiga hanya modus untuk Dinas masukan orang di sini guna tempati kembali tempat jualan kita,” beber Lenci.

Dia mengatakan, ada 36 penjual yang selama ini mengantungkan hidup dengan penghasilan jualan pisang gepe, jagung bakar, kelapa muda dan saboak di Pantai Lasiana.

“Sebelumnya satu hari laku rata-rata di atas Rp.50.000 hingga Rp.200.000 dan di hari libur umum dan khusus Sabtu dan Minggu bisa sampai Rp.400 ribu. Sekarang tidak sampai bahkan tidak ada sama sekali, karena biaya masuk sangat membebani pengunjung,” ujarnya.

Dia mengatakan, kenaikan tarif masuk tidak disertai dengan penataan yang baik di areal pantai wisata itu. Kondisi sekarang lopo-lopi rusak parah, MCK tidak berfungsi, dan tidak ada penerangan malam.

Dia menuturkan keluhan tersebut sudah sempat disampaikan secara langsung kepada Gubernur Frans Lebu Raya pada 20 November lalu, saat Gubernur menghadiri sebuah acara di Lasiana. Namun, saat itu Gubernur hanya menjawab ‘Nanti akan dilihat’. Kami sudah sampaikan dengan spontan saat Gubernur datang di sini. Kami semua berkumpul, tapi beliau hanya bilang nanti kita lihat kembali,” ujarnya.

Penjual lainnya, Ina Hendrik mengeluhkan hal senada. Jualannya tidak laku akibat sepi pengunjung setelah kenaikan tarif masuk. “Pisang bakkar sonde laku lagi karena karcis masuk sangat mahal. Bayangkan satu motor kalau dua orang anak dan suami istri haru mengeluarkan sampai Rp.25.000, ini masyarakat terbebani sehingga tidak berkunjung. Dampaknya kami yang tanggung.

“Saya ini sudah jualan di Pantai Lasiana sejak 2006 lalu,” kata Ina Hendrik.

Pedagang lainnya, Leni Sau menilai, pemerintah lebih mengejar PAD dan mengorbankan masyarakat. “Maka kami minta Bapak Dewan dari Kota Kupang bisa bantu kami,” kata Leni. (E1)

FH UKAW Persiapan Revisi Kurikulum

FH UKAW PERSIAPAN REVISI KURIKULUM

Fakultas hukum Universitas Kristen Artha Wacana (UKAW) Kupang, Nusa Tenggara Timur sedang mempersiapkan perubahan kurikulum. Evaluasi internal dan workshop digelar untuk mendukung kegiatan tersebut.

Dekan FH UKAW, Melkianus Ndaumanu kepadau mengatakan pihaknya sedang mempersiapkan perubahan kurikulum mengingat perkembangan Fakultas Hukum UKAW sudah semakin maju.Perkembangan tersebut menuntut sejumlah mata kuliah harus disesuaikan dengan perkembangan yang terjadis saat ini.

Melkianus menjelaskan  untuk mampu berkompetisi penting untuk melakukan perubahan iklim. Persiapan dilakukan dengan menggelar workshop bersama alumni sehingga bisa memberikan masukan sesuai dengan pengalaman dan latar belakang profesi masing-masing.


Ia mengaku  revisi dilakukan karena tuntutan regulasi dan kurikulum tidak relevan lagi dengan kemajuan.

“Regulasi mengatur agar ada perubahan dan wajib dilakukan revisi oleh karena kurikulum yang ada sudah tertinggal jauh,” tuturnya.

Selain mengundang alumni, pihaknya juga mengundang Dosen FH UGM Yogyakarta Prof Dr Ari Hernawan yang kini menjabat sebagai Wakil Dekan I FH UGM.

Prof Dr Ari Herawan mengatakan perubahan kurikulum harus disesuaikan dengan perkembangan saat ini. Mata kuliah dalam jangka waktu tertentu perlu direvisi dan yang masih relevan pun perlu disempurnakan lagi.

“Kini sudah tidak hanya dosen yang mengajar tapi perlu ada respon balik dari mahasiswa. Inilah yang harus diubah,” tuturnya.

Salah satu alumni Paul SinlaEloE mengapresiasi dan mendukung revisi kurikulum sehingga bisa berkompetisi dengan fakultas hukum di universitas lain.

“Kita dukung agar ada kemajuan lebih banyak lagi,” ujarnya.

Senin, 09 Maret 2020

Piala Gubernur NTT Cup Banjir Kritik

PIALA GUBERNUR NTT CUP BANJIR KRITIK

Pelaksanaan turnamen sepakbola Liga 3 Gubernur NTT Cup 2018 yang terkesan dikebut di akhir masa jabatan Gubernur Frans Lebu Raya mendapat kritikan dari berbagai pihak. Kompetisi ini dinilai tanpa persiapan matang dan terkesan sekadar menghabiskan anggaran sehingga tujuan utama untuk mencari bibit pemain sepakbola handal terabaikan.

Petrus Abanat, mantan Kapten Tim PSKK menilai Asosiasi Sepak Bola Provinsi (Asprov) tidak serius menggelar turnamen bergensi tingkat provinsi ini. Salah satu indikasi ketidakseriusan itu adalah penyiapan lapangan pertandingan.

“Kompetisi ini adalah gengsi gubernur, level provinsi dan bukan level kampung. Semuanya dipersiapkan dengan baik, yang representatif untuk turnamen seperti ini,” ucapnya kepada VN, Rabu (11/7) malam.

Dia menilai para pengurus Asprov NTT yang menggelar turnamen ini terlalu memaksakan diri. “Apa yang mau dicapai dalam kompetisi di lapangan yang seperti itu? Tim-tim yang datang dari daerah itu datang dengan dana besar, tetapi kondisinya seperti ini,” ujarnya.

Ia menyayangkan tim-tim yang ikut serta dalam turnamen ini mau saja bermain di lapangan yang kurang representaif. Padahal kualitas turnamen sepakbola ditentukan kesiapan antara lain lapangan pertandingan yang baik. Sebab, kualitas pertandingan sangat ditentukan oleh kondisi lapangan.

Habiskan Anggaran
Penilaian senada disampaikan aktivis PIAR NTT, Paul SinlaEloE, kemarin. Menurut dia, program kegiatan, bahkan proyek-proyek di akhir masa jabatan kepala daerah cenderung tidak menyentuh langsung kebutuhan masyarakat, dan terkesan sekadar menghabiskan anggaran.

“Biasanya itu menghabiskan anggaran pada aktivitas atau kegiatan yang tidak bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat. Sebab, pemerintah di akhir masa jabatan tidak lagi terlalu peduli dengan persoalan masyarakat,” tegas Paul.

Fenomena menghabiskan anggaran di penghujung masa tugas, kata dia, tak hanya terjadi di NTT, tapi pada hampir seluruh daerah di Indonesia. Karena itu, kepekaan DPRD Provinsi NTT untuk melihat fenomena ini sangat dibutuhkan.

“Banyak anggaran di akhir masa jabatan yang dipakai untuk kepentingan yang tidak bersentuhan langsung dengan masyarakat. Untuk itu kawan-kawan DPRD supaya lebih fokus melihat fenomena ini. Kegiatan atau program di akhir masa jabatan mungkin saja penting dan berguna tetapi pelaksanaannya cenderung asal-asalan sehingga dana habis tanpa bekas,” katanya.

Dia menilai, DPRD NTT terkesan sudah tidak peduli lagi dengan berbagai persoalan yang menyentuh langsung masyarakat NTT. Persoalan pendidikan, dan kesehatan terabaikan.

“Itukan persoalan-persoalan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Sonde ada sekolah, tapi bangun pagar kantor gubernur. Sementara begitu banyak anak sekolah yang tidak tertampung di sekolah negeri,” kata Paul.

Kritikan terhadap pelaksanaan Liga 3 Gubernur Cup 2018 juga disampaikan pengamat kebijakan publik dari Undana, Lasarus Jehamat. Menurut dia, turnamen ini dikebut ada nuansa politik dimana Gubernur ingin menarik simpati masyarakat.

“Bagi saya Gubernur sedang menarik simpati masyarakat di akhir masa jabatannya karena mau ikut caleg pusat (DPR RI). Maka kegiatan seperti ini kental bernuansa politik,” ujarnya.

Pererat Persaudaraan
Sementara itu, Ketua Harian Asprov PSSI NTT Stef Bria Seran yang dikonfirmasi media ini usai pertandingan Persemal (Malaka) vs Perseftim (Flores Timur), kemarin, menegaskan yang utama dalam turnamen ini adalah mempertemukan anak-anak NTT sebagai saudara.

“Jadi hasil itu nomor 2, sedangakan yang nomor 1 adalah mempertemukan anak-anak NTT bahwa mereka bersaudara,” kata Stef yang juga adalah Bupati Malaka itu.

Dia mengatakan pertandingan sepakbola seperti Piala Gubernur (Liga 3) ini menjadi media untuk menghibur rakyat.

Soal lapangan pertandingan dia mengatakan bahwa lapangan yang dimiliki oleh TNI AU adalah yang terbaik saat ini sehingga diselenggarakan di tempat tersebut.

“Kalau kita harus menunggu sampai lapangan memadai baru adakan sebuah turnamen itu tidak akan pernah terlaksana. Karena itu, kita semua harus memahami bahwa kompetisi sepakbola Liga 3 Gubernur Cup 2018 adalah pembinaan serta untuk memberi hiburan pada masyarakat dan mempererat persaudaraan di antara para pemain,” katanya.

Sementara pelatih Persemal Malaka Folgentius Bere Fahik mengatakan, ia mempersiapkan para pemainya untuk menghadapi kompetisi tersebut selama satu bulan. Ia menolak berkomentar doal kondisi lapangan. Alasannya, sebagai pelatih ia berkonsentrasi melatih para pemain.

“Supaya dalam kondisi lapangan seperti apa pun mereka siap bermain. Jadi untuk lapangan, saya tidak dalam kapasitas untuk menilai,” ujarnya. Meski demikian, dia mengatakan bahwa Malaka memiliki lapangan yang jauh lebih baik. (pol/mg-19/C-1)
TRANSLATE
English French German Spain Italian DutchRussian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
OMong POLitik:
Pertemuan antara para saudagar dengan para pekerja politik, biasanya diakhiri dengan persekongkolan untuk melawan kepentingan publik dan atau permufakatan jahat untuk mengangkangi hak politik rakyat, demi lestarinya dinasti politik...

POPULER MINGGU INI:

AKTIVITAS
 BUKU: PENANGANAN KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BUKU: TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BUKU: MEMAHAMI SURAT DAKWAAN