MENYIMPANG, DPRD SEBAGAI PENYALUR DANA BANSOS
https://nasional.kompas.com/read/2012/01/07/0257441/menyimpang.dprd.sebagai.penyalur.dana.bansos, Sabtu, 7 Januari 2012
Kupang, Kompas - Keterlibatan anggota DPRD Nusa
Tenggara Timur sebagai penyalur dana bantuan sosial atau bansos bagi masyarakat
dinilai menyimpang, bahkan masuk ranah korupsi. Jadi, aparat penegak hukum
didesak untuk mengusut tindakan wakil rakyat itu hingga tuntas.
Demikian benang merah
diskusi terbatas bertema ”Membedah Korupsi di NTT, sebagai Catatan Kritis di
Awal Tahun” yang digelar Yayasan Bhakti Flobamora di Kupang, Jumat (6/1).
Pembicara dalam diskusi,
Frans Skera (Flobamora), Nico Wolly (mantan Wakil Ketua DPRD NTT), dan Darius B
Daton (Ombudsman RI Perwakilan NTT).
Berdasarkan temuan Badan
Pemeriksa Keuangan Perwakilan NTT, DPRD setempat tahun 2011 berperan sebagai
penyalur Rp 1,420 miliar dana bansos. Frans Skera, mantan anggota DPR dua
periode era Orde Baru mensinyalir, Gubernur NTT Frans Lebu Raya dan jajarannya
dengan sengaja melibatkan anggota DPRD sebagai penyalur dana bansos. Dengan
cara ini, wakil rakyat menjadi sulit melakukan pengawasan terhadap penggunaan
dana bansos.
”Dana bansos sejatinya untuk
warga miskin atau bantuan bencana, bukan dana transaksional atau donasi bagi
pejabat. Karena DPRD terlibat, mereka tentu sulit mengawasi,” ungkapnya.
Aktivis LSM PIAR NTT, Paul
SinlaEloE, menegaskan, anggota DPRD ikut menyalurkan merupakan penyimpangan
serius.
”Peran itu justru
merendahkan martabat DPRD sendiri.” katanya.
Pada kesempatan diskusi juga
mengemuka bahwa penyaluran dana bansos tidak hanya menyeret anggota DPRD NTT.
Sebab, dana Rp.2,666 miliar juga disalurkan untuk pejabat provinsi. Temuan BPK
menyebutkan ada penyimpangan lain dari penggunaan dana serupa.
Penggunaan antara lain untuk
perjalanan dinas pejabat ke Jerman (25/5/2010) Rp.166,4 juta, perjalanan dinas pejabat
ke China (16/9/2010) Rp.27,2 juta, sewa pesawat ketika pelantikan Bupati Flotim
(27/8/2010) Rp.27,9 juta, sewa pesawat untuk pelantikan Sekretaris Pemda Rote
Ndao dan Sumba Timur (6/9/2010) Rp.46 juta.
Robertus Li dari DPRD NTT mengungkapkan,
pemanfaatan dana bansos menjadi bias karena regulasinya dari Jakarta terlalu
umum. Dia juga mengakui ada sejumlah dana bansos tersalur melalui kalangannya. (ANS)