Senin, 09 Maret 2020

Bawaslu NTT Dinilai “Cuci Tangan” Terkait Mobil Cawagub Harmoni Yang Terbakar

BAWASLU NTT DINILAI “CUCI TANGAN” TERKAIT
MOBIL CAWAGUB HARMONI YANG TERBAKAR

Paul SinlaEloE, Aktivis PIAR NTT
Putusan Panwaslu TTS yang menyatakan bahwa kasus DH 5 yang dipakai Cawagub Litelnoni dan rombongan untuk berkampanye dan ludes terbakar tidak memenuhi unsur pelanggaran administrasi maupun pelanggaran pidana disesalkan aktivis PIAR NTT Paul SinlaEloE.

Ia menilai, penanganan kasus oleh Panwaslu Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menunjukkan bahwa Bawaslu Provinsi NTT telah ‘cuci tangan’.

Menurutnya, Pilgub NTT adalah hajatan politik tingkat provinsi sehingga setiap kasus yang timbul, apalagi berkaitan langsung dengan calon, harusnya ditangani oleh Bawaslu.

“Kalau menggunakan alasan bahwa locus delictinya ada di TTS, maka harusnya Panwascam dan bukan Panwaslu kabupaten. Ini menurut saya Bawaslu NTT cuci tangan,” kata Paul kepada VN, Rabu (18/4) malam.

Membiarkan seluruh proses ditangani oleh Panwaslu TTS, termasuk ketidakberdayaan Panwaslu TTS saat Cawagub Litelnoni tidak menggubris surat panggilan, adalah bukti nyata bahwa Bawaslu NTT cuci tangan, dan juga lepas tangan.

Menurut Paul, seharusnya Panwaslu TTS bisa mendalami norma dan bahasa hukum dari aturan yang digunakan.

“Pasal 69 huruf h, UU Pemilu (UU Nomor 7 Tahun 2017): Dalam kampanye dilarang menggunakan fasilitas dan anggaran pemerintah dan pemerintah daerah. Selanjutnya, Pasal 72 ayat (1) UU yang sama menegaskan bahwa pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a sampai dengan huruf h merupakan tindak pidana dan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 7 UU 12 Tahun 2011, yang disebut peraturan perundang-undangan adalah a. UUD 1945; b. Ketetapan MPR; c. UU/Perppu; d. peraturan pemerintah; e. peraturan presiden; f. peraturan daerah provinsi; dan g. peraturan daerah kabupaten/kota. Pasal 7 UU 12 Tahun 2011 ini secara a contrario dapat membantu kawan-kawan Panwaslu TTS untuk membedakan mana yang diklaster dalam kelompok peraturan perundang-undangan dan mana yang kebijakan,” jelasnya.

Menurut Paul, dengan rumusan pasal 72 ayat (1) UU Pemilu, seharusnya Panwaslu TTS menindak pihak yang menggunakan mobil dinas untuk kampanye dengan undang-undang lain yang masuk dalam kategori peraturan perundang-undangan misalnya UU ASN dan UU lainnya.

Ketua Bawaslu NTT Thomas M Djawa belum berhasil dikonfirmasi. VN berusaha menguhubungi nomor ponselnya tetap tidak diaktifkan.

Sebelumnya, Komisioner Bawaslu NTT Jemris Fointuna kepada wartawan menegaskan pihaknya sudah meminta Panwaslu TTS menelusuri hal tersebut apalagi kejadiannya ada di sekitar wilayah TTS.

Soal mobil pelat merah itu, Jemris menegaskan, calon di pilkada bersama tim sukses dilarang menggunakan fasilitas negara saat berkampanye. Hal ini sudah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.

“Jika terbukti sanksinya jelas yaitu sanksi pidana,” tegasnya.

Namun, kata Jemris kejadian tersebut masih diproses.

“Kita menanti saja hasilnya,” ujar Jemris.

Panwaslu Tak Keluarkan Rekomendasi
Panwaslu TTS tidak mengeluarkan rekomendasi terkait kasus pemanfaatan mobil dinas DH 5 untuk kampanye oleh cawagub Benny A Litelnoni. Panwaslu beralasan, dalam UU 10 tahun 2016 Pasal 187 poin 3, hanya mengatur soal bupati dan wali kota sehingga pelanggaran menggunakan mobil plat merah oleh cawagub tersebut tidak memenuhi unsur pelanggaran administrasi maupun pidana.

Meski tidak memenuhi unsur pidana maupun unsur administrasi. Namun, Penyidik Polres TTS terus melakukan pemeriksaan saksi untuk memastikan penyebab kebakaran mobil plat merah tersebut.

Demikian dikatakan Ketua Panwaslu TTS Melky Fay didampingi Kasat Reskrim Polres TTS Iptu Jamari, Kasi Pidum Kejari TTS Marthin Eko Priyanto, anggota Panwaslu Desy Nomleni dan Demetrius Pitai, dalam jumpa pers di Sekretariat Panwaslu TTS, Rabu (18/4) kemarin.

Menurutnya, kasus mobil plat merah yang ditangani kurang lebih lima hari tidak memenuhi unsur. Kasus tersebut telah dicermati dengan dugaan pelanggaran menggunakan fasilitas negara sesuai undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 69 huruf h dipertegas UU 72 terkait dengan sanksi pidana Pasal 187 poin 3, tidak memenuhi unsur.

“Kami sudah plenokan dan tidak memenuhi unsur untuk direkomendasi ke lembaga berwenang baik ke kepolisian maupun KPU,” ujarnya.

Melky menjelaskan Panwas bersama Gakumdu sudah mengkaji kasus tersebut dan tidak memenuhi unsur.

“Kami tidak dapat tindaklanjuti ke proses pidana dan administrasi. Memang menggunakan fasilitas negara penuhi unsur, namun tidak penuhi pasal 187 poin 3 yang hanya mengatur bupati dan wali kota, sedangkan gubernur tidak diatur,” katanya.

Dia mengungkapkan hasil konsultasi dengan ahli hukum tata negara pun sama, yakni tidak memenuhi unsur. Soal larangan penggunaan fasilitas negara, sanski pidananya tidak ada.

Di tempat yang sama Demetrius Pitai, menjelaskan dugaan kampanye menggunakan fasilitas negara oleh cawagub Litelnoni tidak memenuhi unsur Pasal 187 UU Nomor 10 Tahun 2016. (mg-12/C-1)
TRANSLATE
English French German Spain Italian DutchRussian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
OMong POLitik:
Pertemuan antara para saudagar dengan para pekerja politik, biasanya diakhiri dengan persekongkolan untuk melawan kepentingan publik dan atau permufakatan jahat untuk mengangkangi hak politik rakyat, demi lestarinya dinasti politik...

POPULER MINGGU INI:

AKTIVITAS
 BUKU: PENANGANAN KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BUKU: TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BUKU: MEMAHAMI SURAT DAKWAAN