BAWASLU NTT
DINILAI “CUCI TANGAN” TERKAIT
MOBIL CAWAGUB HARMONI YANG TERBAKAR
https://www.victorynews.id/bawaslu-ntt-dinilai-cuci-tangan-terkait-mobil-cawagub-harmoni-yang-terbakar/, Kamis, 19 April 2018
Paul SinlaEloE, Aktivis PIAR NTT |
Putusan Panwaslu TTS yang menyatakan bahwa
kasus DH 5 yang dipakai Cawagub Litelnoni dan rombongan untuk berkampanye dan
ludes terbakar tidak memenuhi unsur pelanggaran administrasi maupun pelanggaran
pidana disesalkan aktivis PIAR NTT Paul SinlaEloE.
Ia menilai, penanganan kasus oleh Panwaslu
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menunjukkan bahwa Bawaslu Provinsi NTT
telah ‘cuci tangan’.
Menurutnya, Pilgub NTT adalah hajatan politik
tingkat provinsi sehingga setiap kasus yang timbul, apalagi berkaitan langsung
dengan calon, harusnya ditangani oleh Bawaslu.
“Kalau menggunakan alasan bahwa locus
delictinya ada di TTS, maka harusnya Panwascam dan bukan Panwaslu kabupaten.
Ini menurut saya Bawaslu NTT cuci tangan,” kata Paul kepada VN, Rabu (18/4)
malam.
Membiarkan seluruh proses ditangani oleh
Panwaslu TTS, termasuk ketidakberdayaan Panwaslu TTS saat Cawagub Litelnoni
tidak menggubris surat panggilan, adalah bukti nyata bahwa Bawaslu NTT cuci
tangan, dan juga lepas tangan.
Menurut Paul, seharusnya Panwaslu TTS bisa
mendalami norma dan bahasa hukum dari aturan yang digunakan.
“Pasal 69 huruf h, UU Pemilu (UU Nomor 7
Tahun 2017): Dalam kampanye dilarang menggunakan fasilitas dan anggaran
pemerintah dan pemerintah daerah. Selanjutnya, Pasal 72 ayat (1) UU yang sama
menegaskan bahwa pelanggaran atas ketentuan larangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 69 huruf a sampai dengan huruf h merupakan tindak pidana dan dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Menurut Pasal 7 UU
12 Tahun 2011, yang disebut peraturan perundang-undangan adalah a. UUD 1945; b.
Ketetapan MPR; c. UU/Perppu; d. peraturan pemerintah; e. peraturan presiden; f.
peraturan daerah provinsi; dan g. peraturan daerah kabupaten/kota. Pasal 7 UU
12 Tahun 2011 ini secara a contrario dapat membantu kawan-kawan Panwaslu TTS
untuk membedakan mana yang diklaster dalam kelompok peraturan
perundang-undangan dan mana yang kebijakan,” jelasnya.
Menurut Paul, dengan rumusan pasal 72 ayat
(1) UU Pemilu, seharusnya Panwaslu TTS menindak pihak yang menggunakan mobil
dinas untuk kampanye dengan undang-undang lain yang masuk dalam kategori
peraturan perundang-undangan misalnya UU ASN dan UU lainnya.
Ketua Bawaslu NTT Thomas M Djawa belum
berhasil dikonfirmasi. VN berusaha menguhubungi nomor ponselnya tetap tidak
diaktifkan.
Sebelumnya, Komisioner Bawaslu NTT Jemris
Fointuna kepada wartawan menegaskan pihaknya sudah meminta Panwaslu TTS
menelusuri hal tersebut apalagi kejadiannya ada di sekitar wilayah TTS.
Soal mobil pelat merah itu, Jemris
menegaskan, calon di pilkada bersama tim sukses dilarang menggunakan fasilitas
negara saat berkampanye. Hal ini sudah diatur dengan jelas dalam Undang-Undang
Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
“Jika terbukti sanksinya jelas yaitu sanksi
pidana,” tegasnya.
Namun, kata Jemris kejadian tersebut masih
diproses.
“Kita menanti saja hasilnya,” ujar Jemris.
Panwaslu Tak Keluarkan Rekomendasi
Panwaslu TTS tidak mengeluarkan rekomendasi
terkait kasus pemanfaatan mobil dinas DH 5 untuk kampanye oleh cawagub Benny A
Litelnoni. Panwaslu beralasan, dalam UU 10 tahun 2016 Pasal 187 poin 3, hanya
mengatur soal bupati dan wali kota sehingga pelanggaran menggunakan mobil plat
merah oleh cawagub tersebut tidak memenuhi unsur pelanggaran administrasi
maupun pidana.
Meski tidak memenuhi unsur pidana maupun unsur
administrasi. Namun, Penyidik Polres TTS terus melakukan pemeriksaan saksi
untuk memastikan penyebab kebakaran mobil plat merah tersebut.
Demikian dikatakan Ketua Panwaslu TTS Melky
Fay didampingi Kasat Reskrim Polres TTS Iptu Jamari, Kasi Pidum Kejari TTS
Marthin Eko Priyanto, anggota Panwaslu Desy Nomleni dan Demetrius Pitai, dalam
jumpa pers di Sekretariat Panwaslu TTS, Rabu (18/4) kemarin.
Menurutnya, kasus mobil plat merah yang
ditangani kurang lebih lima hari tidak memenuhi unsur. Kasus tersebut telah
dicermati dengan dugaan pelanggaran menggunakan fasilitas negara sesuai
undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 69 huruf h dipertegas UU 72 terkait
dengan sanksi pidana Pasal 187 poin 3, tidak memenuhi unsur.
“Kami sudah plenokan dan tidak memenuhi unsur
untuk direkomendasi ke lembaga berwenang baik ke kepolisian maupun KPU,”
ujarnya.
Melky menjelaskan Panwas bersama Gakumdu
sudah mengkaji kasus tersebut dan tidak memenuhi unsur.
“Kami tidak dapat tindaklanjuti ke proses
pidana dan administrasi. Memang menggunakan fasilitas negara penuhi unsur,
namun tidak penuhi pasal 187 poin 3 yang hanya mengatur bupati dan wali kota,
sedangkan gubernur tidak diatur,” katanya.
Dia mengungkapkan hasil konsultasi dengan
ahli hukum tata negara pun sama, yakni tidak memenuhi unsur. Soal larangan
penggunaan fasilitas negara, sanski pidananya tidak ada.
Di tempat yang sama Demetrius Pitai, menjelaskan
dugaan kampanye menggunakan fasilitas negara oleh cawagub Litelnoni tidak
memenuhi unsur Pasal 187 UU Nomor 10 Tahun 2016. (mg-12/C-1)