ENERGI
BELUM DITEMPATKAN SEBAGAI KEBUTUHAN POKOK
http://www.dionbata.com/2009/06/energi-belum-ditempatkan-sebagai.html,
Senin 29 Juni 2009
KUPANG, PK -- Pemerintah
maupun masyarakat NTT belum menempatkan energi sebagai kebutuhan pokok
Mestinya, energi harus dijadikan sebagai kebutuhan pokok harian, sama halnya
kebutuhan akan sembako (sembilan bahan kebutuhan pokok).
Demikian
salah satu resume diskusi terbatas yang digelar Forum Akademia NTT (FAN) di
Balai PWI Cabang NTT, Jalan Veteran-Kupang, Sabtu (27/6/2009). Diskusi terbatas
itu bertajuk "Kebijakan Pengembangan Energi Alternatif Terbarukan".
Hadir
pada diskusi ini, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Propinsi
NTT, Bria Yohanes dan para anggota FAN, yakni Dion DB Putra (Pemimpin Redaksi
SKH Pos Kupang), Wilson Rondo, Wilson Therik, Candra Dethan, Paul SinlaEloE,
Noverius Nggili, Gusti Brewon, Hiro Bifel, Kiky Radja dan Sandro. Hadir pula
aktivis LSM PIKUL, Tori Kuswardono sebagai salah satu pembicara dan Silvya
Fanggidae.
Diskusi
tersebut membahas beberapa persoalan penting seputar pengembangan energi
alternatif guna mengatasi krisis energi.
Bria
Yohanes yang tampil sebagai salah satu pembicara dalam diskusi itu, mengatakan,
NTT sangat potensial bagi pengembangan energi alternatif seperti pembangkit
listrik tenaga surya (PLTS), pembangkit listrik tenaga angin (PLTA), panas
bumi, air (mikro hidro) dan uap sebagai pengganti pembangkit listrik tenaga
diesel.
PLTS,
katanya, sudah dikembangkan di NTT sejak 1997 dan hingga tahun 2007
diperkirakan kurang lebih 18.690 unit PLTS sudah dinikmati masyarakat NTT.
Begitu
pula dengan energi air, uap dan angin yang potensial di NTT.
Bagi
daerah, lanjutnya, pengembangan energi alternatif itu belum diposisikan sebagai
"urusan wajib" melainkan "urusan pilihan". Tak heran jika
energi belum dijadikan sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat.
Menurut
dia, tahun anggaran 2009, NTT kebagian 100 unit fasilitas energi terbarukan
berupa PLTS. Sementara dalam tahun anggaran 2009 ini Pemprop NTT lewat
persetujuan DPRD NTT mengalokasikan dana Rp 1,5 miliar dari APBD NTT untuk
kebutuhan pengembangan energi.
"Kita
harapkan DPRD melihat kebutuhan yang prioritas seperti energi listrik dalam
membagi alokasi anggaran. Sebab, pemenuhan energi listrik dengan memanfaatkan
sumber energi baru terbarukan merupakan suatu keharusan saat ini mengingat
keterbatasan sumber energi konvensional," katanya.
Sampai
saat ini, lanjutnya, sebanyak 1,1 juta dari 4,4 juta penduduk NTT yang belum
menikmati penerangan listrik karena keterbatasan anggaran baik yang bersumber
dari pemerintah pusat maupun daerah.
"Persoalan
sumber daya energi listrik sudah menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Namun
masih sekitar 23 persen masyarakat di NTT belum menikmati fasilitas penerangan
tersebut," katanya.
Diskusi
tersebut melahirkan beberapa pikiran penting diantaranya, pertama, yakni agar
energi harus dijadikan sebagai salah satu kebutuhan pokok.
Kedua,
masih banyak regulasi politik nasional tentang energi yang tidak berpihak pada
mandat layanan sosial masyarakat tetapi hanya fokus pada usaha mencari profit.
Ketiga,
usaha pemenuhan kebutuhan energi listrik harus diusahakan sebesar-besarnya
untuk meminimalisasi dampak kerusakan sosial ekologis pada wilayah pembangkit
maupun pada wilayah sumber asal energi fosil bahan bakarnya.
Keempat,
pemahaman masyarakat masih sangat "energi fosil sentris" dan belum
berpikir tentang "kesadaran ekologis dan keberlanjutan energi" dalam
wilayah lebih luas. Karena itu perlu digagas kampanye, advokasi, gerakan sosial
sadar energi dalam skala luas dan bentuk-bentuk lebih kreatif.
Kelima,
urusan energi harus menjadi bagian dari kebijakan perencanaan dan program
pembangunan serta anggaran daerah. Tidak bisa hanya wacana. Ini bukan pilihan,
melainkan urusan wajib dan prioritas.
Keenam,
pengembangan energi alternatif menjadi prioritas penting hari ini dan masa
depan, karena itu perlu diperkuat skema tata kelola, kemudahan teknologi,
aksesibilitas masyarakat dan sinergi kerjasama lintas stakeholder sehingga
dapat mendorong percepatan implementasi di NTT. (yel/nia)
Sumber: Pos Kupang edisi Senin, 29
Juni 2009 halaman 1