PIAR BEBERKAN KASUS KORUPSI DI NTT
INILAH.COM,
Kupang - Pusat Informasi dan Advokasi Rakyat (PIAR) Nusa Tenggara Timur (NTT)
kembali membeberkan sejumlah kasus korupsi di daerah ini.
Sejak
tahun 2006-2010 jumlah kasus korupsi di NTT sebanyak 519 kasus dengan total
kerugian negara sebesar Rp 1.393.137.138.248.
"Keseluruhan
kasus yang dipantau oleh PIAR NTT pada tahun 2010 tersebar di 16 Kabupaten/Kota
dan satu Provinsi yaitu NTT, Kabupaten Belu, TTU, TTS, Kupang, Kota Kupang,
Rote Ndao, Alor, Sikka, Manggarai, Ende, Ngada, Flores Timur, dan Sumba Timur,"
kata staf Divisi Anti Korupsi PIAR NTT, Paul SinlaEloE, SH di Kupang, Selasa
(4/10).
Kasus
korupsi yang di pantau oleh PIAR NTT ini dikelompokkan dalam 13 bidang yang
berkaitan dengan pelayanan publik untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Pada
tahun 2010, kasus korupsi di NTT dikelompokan dalam lima sektor yakni sektor
pengadaan barang dan jasa, Sektor APBD, Sektor Dana Bantuan, Sektor Pemilukada,
dan Sektor Perbankan.
Paul
membeberkan, pelaku bermasalah dari ke-131 kasus korupsi yang terjadi di NTT
pada tahun 2010 ini sebanyak 531 orang dan 76 orang diantaranya melakuakan
pengulangan tindak korupsi.
Berkaiatan
dengan fakta bahwa korupsi di NTT terbanyak terjadi disektor pengadaan barang
dan jasa, maka ada beberapa gagasan yang dapat dilakukan. Diantaranya, membenahi
kembali sistem hukum pengadaan barang dan jasa.
Pengadaan
barang dan jasa selama ini hanya diatur dalam Kepres/Perpres. Didalam
Keppers/Perpres kesalahan prosedur pengadaan barang dan jasa belum atau tidak
digolongkan sebagai tindak korupsi, sebelum atau asal tidak ada kerugian
keuangan negara. Karenanya dalam rangka pemberantasan korupsi, sudah seharusnya
pengadaan barang dan jasa diatur dengan Undang-Undang.
Jika
diatur dengan Undang-Undang, pelanggaran prosedur dan tidak ada kehati-hatian
untuk memastikan kepatuhan hukum pada pelaksana proyek (Panitia Lelang, Pimpro,
Benpro), Pengguna anggaran di daerah (Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala
Dinas/Badan/Kantor) dapat dipidana sebagi melangggar ketentuan Undang-Undang
Pengadaan barang dan jasa serta dapat dituduh melanggar Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sistem
Pengadaan barang dan jasa yang ada telah menempatkan aparatur pemerintah
(Pimpro/panitia pengadaan) hanya sebatas peran manajerial. Hal ini sesuai
dengan alasan utama dilakukannya tender, yakni Keterbatasan akan keahlian dan
ketrampilan specifik (Expert Skills) dari pegawai pemerintah.
"Untuk
itu, kedepan harus dipikirkan untuk dibuat aturan yang mengharuskan pihak di
luar pegawai pemerintah (Orang-orang yang berkualitas dan berkompeten) untuk
dapat menjadi panitia tender," kata Paul. [mor]