KASUS TRAFFICKING DI NTT SEMAKIN MENCEMASKAN
https://www.nttsatu.com/kasus-trafficking-di-ntt-semakin-mencemaskan/,
Rabu, 1 Oktober 2015
KUPANG. NTTsatu.com – Kasus perdagangan manusia atau human trafficking di Provinsi Nusa
Tenggara Timur ( NTT) semakin mencemaskan dan terus menjadi sorotan publik.
Kasus ini terjadi karena berbagai hal terutama masalah ekonomi.
Direktris Lembaga Rumah
Perempuan Kupang (RPK),Libby Ratuarat-Sinlaeloe yang dihubungi di Kupang, Rabu,
01 Oktober 2015 mengatakan, kasus yang menyeret kaum hawa ini semakin
mencemaskan karena terjadi peningkata yang cukup signifikan.
Dikatakannya, sesuai data
advokasi Lembaga RPK dari tahun 2012 sampai Juli 2015 telah terjadi sedikitnya
312 kasus. Untuk itu Pemerintah Daerah perlu perketat pengawasan terhadap
Perusahan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Perhatian itu harus
lebih besar dari Pemerintah kota Kupang, sebab Kota Kupang di Jadi Kota transit.
Libby Ratuart mengungkapkan,
dari data kasus trafficking itu dirincikan, pada tahun 2012 terjadi sebanyak 42
kasus , tahun 2013 terjadi 15 kasus dengan jumlah korban sebanyak 122 orang.
Tahun 2014 sebanyak 12 kasus dengan jumlah korban 131 orang dan pada tahun 2015
per bulan Juli sebanyak 8 kasus dengan jumlah korban sebanyak 18 orang
,seshingga totalnya sebanyak 312 kasus yang ditangani oleh RPK.
“Sesuai penyebaran korban
trafficking secara terprinci tersebar di 15 kabupaten /kota yang ada di NTT,”
katanya.
Kelima belas kabupaten itu
yakni Kabupaten Ende sebanyak 1 kasus, Kota Kupang 11 kasus, Kabupaten Rote
Ndao 9 kasus, Kabupaten Malaka 27 kasus, Kabupaten Belu 31 kasus, Kabupaten
Sikka 1 kasus, kabupaten Alor 2 kasus,dan Kabupaten Lembata 2 kasus.
Sedangkan untuk Kabupaten
TTU 10 kasus, Kabupaten TTS 91 kasus, Kabupaten Kupang 56 kasus, Kabupaten
Sumba Timur 7 kasus, Kabupaten Sumba Tengah 20 kasus, Kabupaten Sumba Barat
Daya 17 kasus, dan yang terakhir Kabupaten Sumba Barat sebanyak 27 kasus.
“Pemberantasan kasus harus
dilakukan dengan cara pencegahan dan penindakan. Untuk pencegahan perlu adanya
suatu kebijakan dari Kepala daerah dimasing-masing wilayah ,serta peran dari
semua Steikholder dan segala proses di akar rumput, Hal sama juga pada penindakan,”
katanya.
Dia menambahkan, masalah
trafficking ini juga masih terungkap di bagian permukaan saja belum tersentuh
sampai ke kedalaman kasus ini. Masalah ini juga terjadi lantaran praktek
berbagai PJTKI yang tidak sesuai aturan.
“Masih ada juga PJTKI yang
resmi tetapi dalam perekrutan tenaga kerja yang melakukan manipulasi admintrasi
seperti, penipuan usia pekerja, nama, dan tempat tinggal. Hal ini diketahui
ketika mereka berada di Kota Kupang yang menjadi kota transit,” katanya.
Terpisah aktivis PIAR NTT, Paul
Sinlaeloe mengatakan, pengawasan masalah trafficking harus menjadi perhatian
pemerintah daerah. Pasalnya, UU nomor 21 tahun 2007 mengamanatkan, Pemerintah
Daerah wajib melakukan pencegahan dan penindakan terhadap perdagangan orang. (rif/bp)