TANDA
MATA YANG TERABAIKAN: Dibalik Derita Mantan Karyawan PT Semen Kupang
https://www.kompasiana.com/paricuk/55112bcf813311c12cbc830f/tanda-mata-yang-terabaikan-dibalik-derita-mantan-karyawan-pt-semen-kupang,
Selasa, 19 Juni 2012.
Jejeran
anak sekolah berseragam merah putih, biru putih dan abu-abu, berjejer di jalan
raya. Sambil memegang bendera yang dibuat dari kertas berwarna merah putih,
menambah semarak suasana. Walaupun panas menyengat, bukan merupakan persoalan.
Mobilisasi anak-anak sekolah, bahkan masyarakat sudah merupakan
"legenda" yang ditinggalkan mantan penguasa RI, Soeharto.
Kala
itu 14 April 1984, suasana di seputaran Tenau, Kota Kupang tampak
sibuk. Satu minggu bahkan berbulan-bulan sebelumnya, anggota TNI
mulai dari Koramil sampai Korem bahkan Babinsa terlibat aktif dalam persiapan
kedatangan Priseden RI saat itu, Soeharto. Seperti biasanya, setiap
mengadakan kunjungan ke daerah, mantan penguasa Orde Baru tersebut, paling suka
dengan acara seremoni.
Sehingga,
para punggawa dan pembantunya, mulai pejabat setingkat menteri sampai RT/RW pun
tidak akan pernah sedikit pun mencela sang penguasa. Berani sedikit saja
protes, pasti diamankan. Saat itu, Kupang menjadi salah satu daerah yang dikunjungi
orang paling berpengaruh di Indonesia, selama kurang lebih 30 tahun. Salah
satu tujuannya, meresmikan PT. Semen Kupang.
Kehadiran
PT. Semen Kupang, waktu itu,diharapkan bisa memenuhi kebutuhan semen
masyarakat NTT maupun Bali dan Nusa Tenggara. Apalagi saat itu,
pembangunan sedang giat-giatnya dilaksanakan pemerintah. Untuk dan atas nama
mendukung program pemerintah tersebut, hadirlah PT. Semen Kupang. Sebagai tanda
mata dari Presiden Soeharto, PT. Semen Kupang seharusnya menjadi kebanggaan.
Sayangnya, tanda mata ini terabaikan. Kebanggaan ini menjadi prahara. Hanya
karena keserakahan, segelintir orang yang menyandang predikit sebagai Direksi.
PT.
Semen Kupang akhirnya tidak terurus. 28 tahun silam, pabrik yang berdiri megah
dan menjadi salah satu tanda, ketika kita hendak memasuki Kota Karang ini,
hanya tinggal kenangan. Kenangan yang sangat pahit. Ada apa
gerangan? Menurut Vincent Gaspersz suatu hal yang ironis ketika
permintaan semen dalam negeri terus meningkat secara rata-rata sekitar 7% per
tahun, dan malahan permintaan semen pada tingkat lokal daerah NTT meningkat
sekitar 9% per tahun, tetapi PT Semen Kupang telah berada dalam kondisi
bangkrut secara finansial. PT Semen Kupang sejak diresmikan oleh mantan Presiden
Soeharto, pada tanggal 14 April 1984, belum pernah membukukan keuntungan secara
finansial, kecuali hanya memberikan kontribusi nama Kupang, bahwa ada satu
pabrik industri semen yang berlokasi di Kupang.
Masih
menurut ilmuan asal NTT, masalah PT. Semen Kupang terletak pada
kompetensi manajemen yang patut dipertanyakan keprofesionalan,
ketiadaan proyek-proyek peningkatan kinerja dalam perusahaan, pemborosan yang
sangat tinggi dalam proses produksi, dan tingkat profitabilitas yang
negatif sepanjang sejarah keberadaan PT Semen Kupang.
Terlepas
dari pro kontra terhadap apa yang dikemukakan Vincent, paling tidak akibat
diabaikannya tanda mata ini, masyarakat NTT khususnya para pekerja PT. Semen
Kupang menderita bathin seumur hidup. Beban kehidupan yang semakin berat seolah
mendera para pekerja. Bahkan, salah seorang ibu harus berjualan kue dari pintu
rumah ke pintu rumah yang lain hanya sekedar bertahan hidup. Bagi yang tidak
bertahan, penyakit bathin pasti mendera.
Informasi
terakhir yang berhasil dihimpun, kurang lebih 15 orang mantan karyawan PT.
Semen Kupang harus kehilangan nyawa karena tidak bisa menahan penderitaan yang
dialami. Anak-anak para pekerja PT. Semen Kupang juga menjadi korban. Ada yang
tidak bisa melanjutkan sekolah. Ada juga yang harus putus sekolah di tengah
jalan. Tanda mata yang terabaikan meninggalkan prahara yang mendalam.
Mungkinkah, keterpurukan PT. Semen Kupang aka nada solusinya parmanennya?
Salah
seorang aktivis PIAR NTT, Paul SinlaEloE bahkan telah melakukan advokasi ke
mana-mana. Paul SinlaEloE bersama mantan karyawan PT. Semen Kupang berjuang
untuk mendapat hak-hak mereka yang telah dirampas. Mereka tidak menuntut
banyak. Hak-hak merekalah yang paling penting, hanya untuk sekedar merajut
kehidupan yang penuh dengan beban. Pemerintah Provinsi NTT, DPRD Provinsi NTT
seakan tak bernyali. Tidak ada tindakan nyata yang menunjukan niat pembelaan
terhadap hak-hak mantan karyawan PT. Semen Kupang.
Para petinggi di negeri ini,
seakan berteriak, “loe urus the sendiri derita loe,”. Sudahlah, yang
pasti akibat salah kelolah yang dilakukan segelintir orang, banyak orang
mengalami penderitaan berkepanjagan. Mungkinkah derita mantan karyawan PT.
Semen Kupang akan berkahir? Hanya Tuhan yang tahu. (Joesoef Balle)